Rabu, 15 Mei 2013

Dilema Etik dan Pemecahannya 1).Kebijakan Depkes dalam pelanggaran kode etik dan pelaksanaan praktik keperawatan

Kebijakan Depkes dalam pelanggaran kode etik dan pelaksanaan praktik keperawatan

INILAH DRAFT UNDANG-UNDANG KEPERAWATAN (REVISI)

Posted by joe pada 17/11/2010
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……………………….
TENTANG

KEPERAWATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a.   bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan  sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
b.  bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
c.  bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan merupakan bagian integral dari penyelenggaraan upaya kesehatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan kaidah etik, nilai-nilai moral serta standar profesi.
d. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan kepada perawat karena keahliannya, yang dikembangkan sesuai dengan    kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi.
e. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan praktik keperawatan, perlu keterlibatan organisasi profesi.
f. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dan perawat diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan;
g.  bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Keperawatan.
Mengingat:
1.  Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1)
2.   Undang-Undang Nomor 23  Tahun 1992 tentang Kesehatan

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN

BAB I


KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

(1)        Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
(2)        Praktik keperawatan adalah tindakan perawat berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang diberikan melalui kesepakatan dengan klien dan atau tenaga kesehatan lain dan atau sektor lain terkait. Fokus praktik keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan pada individu, keluarga, dan atau masyarakat pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
(3)        Asuhan keperawatan adalah rangkaian kegiatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan yang dilandasi keilmuan keperawatan dan keterampilan perawat berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip ilmu biologis, psikolologi, sosial, kultural dan spiritual
(4)        Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5)        Perawat terdiri dari perawat vokasional, perawat professional dan perawat profesinoal spesialis
(6)        Perawat vokasional  adalah seseorang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik dengan batasan tertentu dibawah supervisi langsung maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal dengan sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)
(7) Perawat professional adalah tenaga professional yang mampu melaksanakan praktik keperawatan secara mandiri  dan atau kolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN)
(8) Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan diatas level perawat profesional dan mempunyai kewenangan sebagai spesialis atau kewenangan yang diperluas dan telah lulus uji kompetensi perawat profesional spesialis.
(9)        Konsil Keperawatan Indonesia yang yang selanjutnya disebut Konsil merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural yang bersifat independen.
(10)   Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji.
(11)   Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melaksanakan profesinya.
(12)   Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
(13)   Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
(14)   Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan.
(15)   Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan
(16)   Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan praktik keperawatan secara mandiri, berkelompok atau bersama profesi kesehatan lain.
(17)   Klien adalah orang yang membutuhkan bantuan perawat karena masalah kesehatan aktual atau potensial baik secara langsung maupun tidak langsung
(18)   Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
(19)   Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat professional  dan perawat profesional spesialis sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk oleh organisasi profesi keperawatan.
(20)   Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
(21)   Surat tanda registrasi Perawat dalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan Indonesia kepada perawat yang telah diregistrasi.



BAB II

ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Praktik keperawatan dilaksanakan  berazaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi  pelayanan keperawatan.
Pasal 3

Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:
  1. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada klien dan perawat.
  2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.

BAB III

Lingkup Keperawatan

Pasal 4
Bagian kesatu
Peran dan Fungsi Perawat
(1) Perawat dalam melakukan tugasnya dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pengelola keperawatan dan atau kesehatan, pendidik, advokat, peneliti.
(2) Perawat dalam melakukan tugasnya berfungsi secara mandiri, ketergantungan dengan profesi lain, dan kerjasama (kolaborasi)


Pasal 5
Bagian kedua
Praktik Keperawatan

(1) Praktik keperawatan diberikan melalui Asuhan keperawatan untuk klien  individu, keluarga, masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
(2)   Asuhan keperawatan dapat dilakukan melalui tindakan keperawatan mandiri
dan atau kolaborasi dengan tim kesehatan dan atau dengan sektor terkait
lain
(3) Tindakan mandiri keperawatan antara lain adalah:
  1. Tindakan terapi keperawatan, observasi keperawatan, terapi komplementer, penyuluhan kesehatan, nasehat, konseling, advokasi, dan edukasi dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan klien.
  2. Memberikan pengobatan terbatas dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan khitan tanpa komplikasi.
  3. Pelakaksanaan Program Pemerintah dalam bidang kesehatan
(4) Tindakan ketergantungan dengan tenaga kesehatan lain adalah ; Pelaksanaan program pengobatan dan atau tindakan medik secara tertulis dari dokter
(5) Tindakan kolaborasi keperawatan dengan tim kesehatan lainnya atau dengan sektor terkait lain antara lain adalah:
  1. Pembuatan dan pelaksanaan program kesehatan lintas sektoral untuk peningkatan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat
  2. Perencanaan terhadap upaya  penyembuhan dan pemulihan kesehatan klien bersama dengan tenaga profesi kesehatan lain.
  3. Pelaksanaan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan huruf c dimaksud sesuai dengan kompetensi dan kewenangan masing-masing.
(5) Praktik keperawatan dapat diberikan di sarana kesehatan dan Praktik Mandiri Keperawatan
  1. Praktik keperawatan di sarana kesehatan adalah asuhan keperawatan profesional yang diberikan oleh Perawat Profesional dibantu oleh perawat Vokasional.
  2. Ketentuan mengenai rasio dan jumlah tanaga perawat profesional dan vokasional di sarana kesehatan diatur dalam peraturan konsil.
  3. Praktik  Mandiri Keperawatan berdasarkan prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dan atau keperawatan masyarakat dalam suatu wilayah.
  4. Ketentuan mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan dan atau keperawatan disatu wilayah diatur dalam peraturan konsil.


Pasal 6
Wewenang Perawat
(1) Dalam menjalankan peran dan fungsinya, perawat memiliki kewenangan untuk melakukan asuhan keperawatan mandiri dan kolaborasi sebagaimana tercantum pada pasal 5
(2) Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, perawat dapat melakukan tindakan di luar kewenangan.
(3) Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakan di luar kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa atau bencana tersebut.
(4) Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan tindakan di luar kewenangannya sebagai perawat.
(5) Ketentuan mengenai daerah yang sulit terjangkau ditetapkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah melalui peraturan tersendiri.

Pasal 7
Kualifikasi dan Kewenangan
(1)   Kualifikasi perawat terdiri dari Perawat vokasional, perawat Profesional dan Perawat Profesional Spesialis.

(2)   Kewenangan Perawat seperi yang dimaksud ayat (1) adalah :

  1. Perawat vokasional mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik dengan batasan lingkup praktik yang ditetapkan dan dibawah pengawasan langsung maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal.
  2. Perawat professional mempunyai wewenang untuk melaksanakan praktik keperawatan secara mandiri  dan atau kolaborasi dengan yang lain.
  3. Perawat Profesional Spesialis mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik sebagai seorang spesialis dengan keahlian lanjut dalam satu cabang ilmu di bidang keperawatan.
  4. Kewenangan Perawat sesuai dengan huruf a, b dan c sesuai dengan standard kompetensi yang ditetapkan oleh konsil.

BAB IV
KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 8
(1)   Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud pada Bab II Pasal 3, dibentuk Konsil Keperawatan Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Konsil.
(2)   Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 9
Konsil berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil
Pasal 10
Konsil mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, pembinaan serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan praktik keperawatan.
Pasal 11
(1) Konsil mempunyai tugas:
  1. Melakukan  uji kompetensi dan registrasi perawat;
  2. Mengesahkan standar pendidikan profesi perawat
  3. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk melindungi masyarakat.
(2) Standar pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat dan di usulkan oleh organisasi profesi
Pasal 12

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 Konsil  mempunyai wewenang :
  1. Mengesahkan standar kompetensi perawat dan standar praktik Perawat yang dibuat oleh organisasi profesi;
  2. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat ;
  3. Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji kompetensi;
  4. Menetapkan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat;
  5. Menetapkan sanksi disiplin terhadap kesalahan disiplin dalam praktik yang dilakukan perawat; dan
  6. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan profesi keperawatan berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi.
Pasal 13

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.


Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 14

(1)   Susunan peimpinan  Konsil terdiri dari :
  1. Ketua merangkap anggota
  2. Wakil ketua merangkap anggota
  3. Ketua- ketua Komite merangkap anggota.
(2)   Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
  1. Komite uji kompetensi dan registrasi
  2. Komite standar pendidikan profesi
  3. Komite praktik keperawatan
  4. Komite disiplin keperawatan
(3)   Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua Komite merangkap anggota.

Pasal 15
(1)   Ketua konsil keperawatan Indonesia dan ketua komite adalah perawat dan dipilih oleh dan dari anggota konsil keperawatan Indonesia.
(2)   Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan ketua konsil dan ketua Komite diatur dalam peraturan konsil

Pasal 16
(1)   Komite Uji Kompetensi dan Registrasi mempunyai tugas untuk melakukan uji kompetensi dan proses registrasi keperawatan.
(2)   Komite standar pendidikan profesi mempunyai tugas memvalidasi standar pendidikan profesi yang disusun oleh organisasi profesi.
(3)   Komite Praktik Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan mutu praktik Keperawatan dan menetapkan kebutuhan praktik keperawatan.
(4)   Komite Disiplin Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan kepada para perawat, menentukan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat dalam penerapan praktik keperawatan dan memberikan masukan kepada Ketua Konsil terkait disiplin perawat.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja komite-komite diatur dengan Peraturan Konsil
Pasal 17
(1)   Keanggotaan Konsil terdiri dari unsur-unsur wakil Pemerintah, organisasi profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil masyarakat.
(2) Jumlah anggota Konsil 21 (dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
  1. Anggota yang ditunjuk adalah 12  ( dua belas) orang terdiri dari:
-         Persatuan Perawat Nasional Indonesia 3 (tiga) orang;
-         Kolegium keperawatan 2 (dua) orang;
-         Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 2 (dua) orang;
-         Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang;
-         Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang;
-         Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;
-         Departemen Kesehatan 1 (satu) orang;
-         Departemen pendidikan Nasional 1 (satu ) orang
  1. Anggota yang dipilih adalah 9 (sembilan) perawat dari 3 (tiga) wilayah utama (barat, tengah, timur) Indonesia.
Pasal 18

  1. Keanggotaan Konsil ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri dengan rekomendasi organisasi profesi
  2. Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil harus berdasarkan usulan dari organisasi profesi
  3. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil diatur dengan Peraturan Presiden.
  4. Masa bakti satu periode keanggotaan Konsil adalah 5 (lima) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya, dengan memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan.
Pasal 19

(1)   Anggota Konsil sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus mengangkat sumpah.
(2)   Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
² Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu keperawatan dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan tetap akan menjaga rahasia kecuali jika diperlukan untuk kepentingan hukum.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara Republik Indonesia, mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya.“
Pasal 20

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil :
  1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
  2. Warga Negara Republik Indonesia;
  3. Sehat rohani dan jasmani;
  4. Memiliki kredibilitas baik di masyarakat;
  5. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia;
  6. Mempunyai pengalaman dalam praktik keperawatan minimal 5 tahun dan memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat, kecuali untuk non perawat;
  7. Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan
  8. Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil.
Pasal 21

(1)   Keanggotaan Konsil berakhir apabila :
  1. Berakhir masa jabatan sebagai anggota;
  2. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
  3. Meninggal dunia;
  4. Bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
  5. Ketidakmampuan melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan;
  6. Dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
(2)   Dalam hal anggota Konsil menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari keangotaannya.
(3)   Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua Konsil.
Pasal 22

(1)   Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris konsil
(2)   Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
(3)   Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan anggota konsil
(4)   Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil
(5)   Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil

Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 23

(1)   Setiap keputusan Konsil yang bersifat mengatur  diputuskan oleh rapat  pleno anggota.
(2)   Rapat pleno Konsil dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
(3)   Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(4)   Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat dilakukan pemungutan suara.
Pasal 24
Pimpinan Konsil melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 25
(1)   Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(2)   Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.
BAB V
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN
Pasal 26
(1)   Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi
(2)   Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan
(3)   Standar pendidikan profesi keperawatan dimaksud pada ayat (1):
  1. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis  dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
  2. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
BAB VI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN
Pasal 27

Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi perawat yang berpraktik dan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Pasal 28

(1)   Setiap perawat yang berpraktik harus meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi.
(2)   Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk program sertifikasi yang dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
(3)   Pemerintah,  pemerintah daerah dan atau sarana kesehatan yang memakai jasa perawat wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kompetensi  dan sertifikasi perawat
BAB VII
REGISTRASI dan LISENSI PERAWAT
Pasal 29

(1)   Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang diterbitkan Konsil melalui mekanisme uji kompetensi oleh konsil.
(2)   Surat Tanda Registrasi Perawat sebagaimana ayat (1) terdiri atas 2 (dua) kategori:
  1. untuk perawat vokasional, Surat Tanda Registrasi Perawat  disebut dengan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)
  2. untuk perawat profesional, Surat Tanda Registrasi Perawat  disebut dengan Registered Nurse (RN)
(3) Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :
  1. memiliki ijazah perawat Diploma untuk Lisenced Vocasional  Nurse (LVN)
  2. memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk Registered Nurse (RN)
  3. lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh konsil
  4. Rekomendasi Organisasi Profesi
Pasal 30
(1)   Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, lisensi praktik perawat diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat Ijin Perawat yang terdiri dari Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) atau Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP)
(2)   Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan LVN berhak memperoleh SIPV  dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan bersama.
(3)   Perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan RN berhak memperoleh SIPP dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri.
(4)   Lisenced vocasional Nurse (LVN) dengan latar belakang Diploma III Keperawatan dan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di sarana pelayanan kesehatan dapat mengikuti uji kompetensi Registered Nurse(RN).
(5)   Perawat LVN yang telah lulus uji kompetensi RN dapat memperoleh SIPP.
Pasal 31
(1) Syarat untuk memperoleh SIPV :
  1. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)
  2. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan
  3. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan
(2) Syarat untuk memperoleh SIPP :
  1. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Registered Nurse(RN)
    1. Tempat praktik memenuhi persayaratan untuk praktek mandiri
    2. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan
    3. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan
(3) SIPV dan SIPP masih tetap berlaku sepanjang:
  1. Surat tanda Regstrasi Perawat masih berlaku
  2. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tempat praktik untuk memperoleh SIPP diatur dalam peraturan Menteri.

Pasal 32

(1)   Perawat yang teregistrasi berhak menggunakan sebutan RN (Register Nurse) di belakang nama, khusus untuk perawat profesional, atau LVN (Lisence Vocasional Nurse) untuk perawat vokasional.
(2)   Sebutan RN dan LVN ditetapkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.
Pasal 33

(1)   Surat Tanda Registrasi Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2)   Registrasi ulang untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi Perawat  dilakukan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 29 ayat (3), ditambah dengan angka kredit pendidikan berlanjut yang ditetapkan Organisasi Profesi.
(3)   SIPP hanya diberikan paling banyak di 2 (dua) tempat pelayanan kesehatan.
Pasal 34

(1)   Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus dilakukan adaptasi dan evaluasi sebelum di registrasi.
(2)   Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan.
(3)   Ketentuan mengenai Adaptasi selanjutnya diatur oleh Peraturan Menteri
(4)   Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. keabsahan ijazah;
  2. registrasi perawat dari negera asal
  3. kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang dikeluarkan oleh konsil
  4. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
  5. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik keperawatan Indonesia yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
(5)   Perawat asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
(6)   Perawat asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dapat diregistrasi oleh konsil dan selanjutnya dapat diberikan Surat Ijin Perawat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kualifikasi perawat vokasional atau Profesional.
Pasal 35
(1)   Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara dapat diberikan kepada perawat warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka  pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan keperawatan yang bersifat sementara di Indonesia.
(2)   Surat Ijin Perawat vokasional semetara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara sebagai mana dimaksud ayat (1) berlaku selama 1 ( satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 ( satu) tahun berikutnya.
(3)   Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara dapat diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 31.
Pasal 36
(1)     Surat Ijin Perawat Vokasional bersyarat atau Surat Ijin Perawat Profesional bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan keperawatan warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan  pelatihan di Indonesia.
(2)     Perawat warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan untuk waktu tertentu, tidak memerlukan SIPP bersyarat.
(3)     Perawat warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil.
(4)     Surat Ijin Perawat bersyarat dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui program adaptasi.
Pasal 37
SIPV atau SIPP tidak berlaku karena:
  1. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;
  3. atas permintaan yang bersangkutan;
  4. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Pejabat yang berwenang
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara uji kompetensi, registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil.
BAB VIII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN
Pasal 39
Praktik keperawatan dilakukankan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.

Pasal 40

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPV atau SIPP berwenang untuk:
  1. melaksanakan asuhan keperawatan  yang didasari proses keperawatan terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;
  2. tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi seperti yang tercantum dalam pasal 5
  3. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
  4. kewenangan perawat yang mempunyai SIPV dan SIPP seperti yang tercantum pada pasal 6


Pasal 41

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memiliki SIPV berwenang untuk :
  1. melakukan tindakan keperawatan di bawah pengawasan perawat yang memiliki SIPP
  2. melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 huruf a harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
Pasal 42

(1)   Praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat vokasional (LVN).
(2) LVN dalam melaksanakan tindakan keperawatan di bawah pengawasan RN.
(3)   Perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat lain yang setara kompetensi dan pengalamannya.
Pasal 43

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 44
Hak Klien

Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:
  1. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
  2. meminta pendapat perawat lain;
  3. mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar
  4. menolak tindakan keperawatan; dan

Pasal 45
Kewajiban Klien

Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai kewajiban:
  1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
  2. mematuhi nasihat dan petunjuk perawat;
  3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
  4. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Pasal 46
Pengungkapan Rahasia Klien

Pengungkapan rahasia klien hanya dapat dilakukan atas dasar:
  1. Persetujuan klien
  2. Perintah hakim pada sidang pengadilan
  3. Ketentuan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 47
Hak Perawat
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :
  1. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);
  2. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan /atau keluarganya;
  3. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;
  4. Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi dan dedikasi
  5. Memperoleh fasilitas kerja yang mendukung pekerjaan perawat profesional
  6. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya;
  7. Menerima imbalan jasa profesi
Pasal 48
Kewajiban Perawat
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban :
  1. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan SOP
  2. Merujuk klien fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;
  3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien kecuali untuk kepentingan hukum;
  4. Menghormati hak-hak klien sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku;
  5. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan untuk menyelamatkan jiwa
  6. Menambah dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan keperawatan dalam upaya peningkatan profesionalisme.
Pasal 49
Praktik Mandiri

(1)   Praktik mandiri dapat dilakukan secara perorangan dan atau berkelompok dan atau kunjungan rumah
(2)   Perawat yang melakukan praktik mandiri mempunyai kewenangan sesuai yang tercantum pada pasal 5
(3)   Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada praktik mandiri meliputi:
  1. Tindakan terapi keperawatan, terapi komplementer, konseling, advokasi dan edukasi keperawatan
  2. Perawatan dirumah atau dalam bentuk lain sesuai dengan peraturan yang berlaku
  3. Pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan, khitan tanpa komplikasi.
  4. Pemberian pengobatan terbatas dan tindakan medik terbatas,
(4)   Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:
  1. Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;
  2. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi untuk melakukan asuhan keperawatan
(5)   Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
(6)   Perawat yang telah mempunyai SIPP dan menyelenggarakan praktik mandiri wajib memasang papan nama praktik keperawatan.
BAB IX
PENGHARGAAN DAN PERLINDUNGAN
Pasal 50
Penghargaan
(1) Perawat yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Perawat yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 51
(1)    Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)    Penghargaan kepada perawat dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)    Penghargaan kepada perawat dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari perawat nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

PERLINDUNGAN
Pasal 52

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau institusi sarana kesehatan wajib memberikan perlindungan terhadap perawat dalam melaksanakan tugas.
(2)   Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dalam melaksanakan pekerjaan profesinya.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat perawat dalam melaksanakan tugas.
(5)   Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
BAB X
PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN
Pasal 53
Pemerintah, Konsil , dan Organisasi Profesi membina, mengembangkan dan mengawasi praktik keperawatan sesuai dengan fungsi serta tugas masing-masing.
Pasal 54
(1)   Pembinaan dan pengembangan perawat meliputi pembinaan profesi dan karir
(2)   Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kompetensi profesional dan kepribadian
(3)   Pembinaan dan pengembangan profesi perawat dilakukan melalui Jenjang Karir Perawat.
(4)   Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat /Peringkat dan promosi.


Pasal 55
(1)   Pemerintah, konsil dan organisasi profesi membina serta mengembangkan kualifikasi dan kompetensi perawat pada institusi baik pemerintah maupun swasta;
(2)   Pemerintah memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan pemerintah;
(3)   Pemerintah menetapkan kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan swasta
Pasal 56

Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 53, diarahkan untuk:
  1. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
  2. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan perawat
  3. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat;
  4. Melindungi perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja.
Pasal 57
(1)   Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP.
(2)   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 58
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perawat yang menyelenggarakan praktik keperawatan dapat dilakukan supervisi dan audit sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 59
Sanksi Administratif dan Disiplin

(1)   Perawat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 37 dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 1 (satu) tahun
(2)   Perawat yang dinyatakan melanggar disiplin Profesi dikenakan sanksi  sebagai berikut:
  1. Pemberian Peringatan Tertulis
  2. Kewajiban mengikuti Pendidikan atau Pelatihan pada Institusi Pendidikan Keperawatan.
  3. Rekomendasi Pencabutan Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Perawat
(3)     Pelanggaran disiplin sebagai mana dimaksud ayat (2) diteliti dan ditetapkan oleh konsil.
(4)     Pencabutan Surat Izin Perawat sebagaimana dimaksud ayat (2) c dapat berupa:
  1. Pelanggaran ringan dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 6 (enam) bulan
  2. Pelanggaran sedang dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 1 (satu) tahun
  3. Pelanggaran berat dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 3 (tiga) tahun

(5)     Sanksi Administratif terhadap pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud ayat (4) dilakukan oleh Kepala Dinas Kab/Kota atau Pejabat yang berwenang setelah dilakukan penelitian dan usul dari Komite Disiplin Keperawatan Konsil.

Pasal 60
Sanksi Pidana

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 61

Institusi pelayanan kesehatan, organisasi, perorangan yang dengan sengaja mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 62

Perawat yang dengan sengaja:
(1). tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 huruf b sampai dengan huruf e
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 63

Penetapan sanksi pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
(1). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
(2). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, ijin praktik yang diberikan sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.

Pasal 65

Dengan telah diberlakukannya Undang Undang Keperawatan, sebelum terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia maka dalam kegiatan perijinan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66

Konsil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan.


Pasal 67

Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal …………………
PPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal ……………….
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
HATTA RAJASA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……………
NOMOR ………………

PENJELASAN
Rancangan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……………………….
TENTANG
PRAKTIK KEPERAWATAN

BAB I


KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Ayat (1) ;
Cukup jelas

Ayat (2) ;
Cukup jelas

Ayat (3) ;
Cukup jelas

Ayat (4) ;
Cukup jelas

Ayat (5) ;
Cukup jelas

Ayat (6) ;
Cukup jelas

Ayat (7) ;
Cukup jelas

Ayat (8) ;
Cukup jelas

Ayat (9) ;
Cukup jelas

Ayat (10) ;
Cukup jelas

Ayat (11) ;
Cukup jelas

Ayat (12) ;
Cukup jelas

Ayat (13) ;
Cukup jelas

Ayat (14) ;
Cukup jelas

Ayat (15) ;
Cukup jelas

Ayat (16) ;
Cukup jelas

Ayat (17) ;
Cukup jelas

Ayat (18) ;
Cukup jelas

Ayat (19) ;
Cukup jelas

Ayat (20) ;
Cukup jelas

Ayat (21) ;
Cukup jelas


BAB II

ASAS DAN TUJUAN


Pasal 2
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan;
  1. nilai ilmiah adalah bahwa praktik keperawatan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan tehnologi yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman praktik.
  2. Nilai moral (Etika dan etiket) adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus mengacu pada prinsip-prinsip moral antara lain beneficience, nonmaleficience, veracity, justice, non-diskriminatif dan otonomi.
  3. Manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
  4. Keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus mampu memberikan pelayanan yang dan tidak diskriminatif, merata, terjangkau dan bermutu dalam konteks pelayanan kesehatan.
  5. Kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik keperawatan memberikan perlakuan yang memenuhi hak azazi manusia sebagai penerima pelayanan yaitu hak memperoleh pelayanan yang aman, hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk didengar serta hak untuk memilih.
  6. Keseimbangan adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan atas keseimbangan antara hak dan kewajiban penerima dan pemberi pelayanan.
  7. Perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dilakukan dengan kehati-hatian sesuai dengan standard praktik keperawatan.

Pasal 3
Cukup Jelas

BAB III

Lingkup Praktik Keperawatan



Pasal 4 ;
Cukup Jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Asuhan keperawatan diberikan akibat kebutuhan dasar yang  tidak terpenuhi, akibat kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan untuk berfungsi optimal, dan kurangnya  kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri
Ayat (2) Cukup Jelas

Ayat (3)

Huruf a ;
cukup jelas
Huruf b ;
cukup jelas
Huruf c.
Pegobatan adalah pemberian obat-obatan (kecuali obat-obat yang berlabel merah
tidak termasuk obat-obat yang masuk dalam DOA /Daftar obat Apotik)

Tindakan medik terbatas yang dimaksud adalah tindakan medik termasuk pengobatan dalam rangka penyembuhan dan pemulihan penyakit-penyakit ringan yang lazim timbul di masyarakat di suatu wilayah (common illness) yang dilakukan oleh perawat professional yang kompeten sesuai dengan Protokol.

Pasal 6
Cukup Jelas

Pasal 7
Cukup Jelas


BAB IV
KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan

Pasal 8
Cukup Jelas

Pasal 9
Cukup Jelas



Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil
Pasal 10

Pasal 11
Cukup Jelas

Ayat (1)
Huruf b
Yang dimaksud dengan standar pendidikan profesi keperawatan adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistim pendidikan nasional.

Penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan dilakukan oleh organisasi profesi termasuk kolegium

Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas

Pasal 16;
Ayat (1) ;
Uji kompetensi adalah suatu proses penilaian terhadap perawat yang mencakup aspek  pengetahuan, keterampilan serta sikap kerja  minimal yang harus dimiliki  seseorang sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan.

Pasal 17 ;
Ayat (1);
cukup jelas

Ayat (2);
Yang dimaksud dengan anggota konsil yang dipilih sebagaimana huruf  (b) adalah pemilihan melalui mekanisme pencalonan  dari 3 wilayah, masing-masing 3 orang kemudian dilakukan  pemilihan secara serempak di tiga wilayah utama yaitu; barat meliputi pulau sumatera dan Jawa. Wilayah tengah meliputi Kalimantan, Sulawesi, Bali dan NTB. Wilayah timur meliputi  NTT, Kepulauan Maluku dan Papua.

Pasal 18
Cukup Jelas

Pasal 19
Cukup Jelas

Pasal 20
Cukup Jelas

Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas


Bagian Keempat
Tata Kerja

Pasal 23
Cukup Jelas

Pasal 24
Cukup Jelas
Bagian Kelima
Pembiayaan

Pasal 25
Cukup Jelas

BAB V

STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN


Pasal 26
Cukup Jelas

BAB VI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN
Pasal 27
Cukup Jelas

Pasal 28
Cukup Jelas

BAB VII

REGISTRASI dan LISENSI PERAWAT



Pasal 29
Cukup Jelas

Pasal 30
Cukup Jelas

Pasal 31
Cukup Jelas

Pasal 32
Cukup Jelas

Pasal 33
Ayat (1);
Cukup jelas
Ayat (2);
Cukup jelas

Ayat (3);
Cukup jelas


Pasal 34
Cukup Jelas

Pasal 35
Cukup Jelas

Pasal 36

Ayat (1);
Cukup jelas
Ayat (2);
Cukup jelas

Ayat (3);
Cukup jelas

Pasal 37

Huruf a, b, c, d ; cukup jelas

Huruf e ;
Pencabutan SIPP oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota karena perawat dinyatakan melanggar ketentuan administratife atau disiplin.

Pasal 38
Cukup Jelas


BAB VIII

PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 39
Cukup Jelas

Pasal 40
Cukup Jelas

Pasal 41
Cukup Jelas

Pasal 42;

Ayat (1);
Cukup jelas
Ayat (2);
Pengawasan yang dilakukan oleh perawat professional kepada perawat vokasional adalah dimaksudkan agar praktik keperawatan berjalan dengan aman sesuai standar profesi dan dalam rangka melindungi masyarakat memperoleh pelayanan keperawatan yang aman.

Ayat (3);
Pendelegasian kepada perawat yang setara kemampuan dan pengalamanya dimaksudkan agar praktik keperawatan yang diberikan berjalan dengan aman.


Pasal 44;
Cukup jelas

Pasal 45
Cukup Jelas

Pasal 46
Cukup Jelas

Pasal 47
Cukup Jelas

Pasal 48
Cukup Jelas

Pasal 49

Ayat (3)
Hurup d

BAB IX
PENGHARGAAN DAN PERLINDUNGAN
Pasal 50
Cukup Jelas
Pasal 51
Cukup Jelas
Pasal 52
Cukup Jelas
BAB IX
PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN

Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Cukup Jelas

Pasal 55
Cukup Jelas

Pasal 56
Cukup Jelas

Pasal 57
Cukup Jelas

Pasal 58
Cukup Jelas

Pasal 59
Cukup Jelas

Pasal 60
Cukup Jelas

Pasal 61
Cukup Jelas

Pasal 62
Cukup Jelas

Pasal 63
Cukup Jelas

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64
Cukup Jelas

Pasal 65
Cukup Jelas

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66
Cukup Jelas

Pasal 67
Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2009 NOMOR……..
RANCANGAN
UNDANG UNDANG KEPERAWATAN
PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

0 komentar:

Posting Komentar